DIFUSI INOVASI
Makalah
Diajukan
untuk Memenuhu Salah Satu Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan

Oleh:
Annisa Nur Fitriani 1104609
Fitri Adawiyah 1103788
Iis Nuraeni 1103869
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
BANDUNG
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya
kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “Difusi Inovasi” ini dapat
diselesaikan. Penulis yakin tanpa ridha dan izin-Nya tidak mungkin makalah ini
dapat terwujud. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan ke
hadirat nabi besar, Muhammad SAW beserta para sahabatnya, dan umatnya hingga
akhir zaman.
Harapan penulis makalah ini mampu memberikan
kontribusi positif terhadap berbagai kalangan pembaca. Dalam konteks yang lebih
luas, makalah ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih bagi pengembangan
keilmuan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Penulisan makalah ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak untuk perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar
Belakang Masalah
................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan
Penulisan .............................................................................. 2
D. Prosedur Penulisan ........................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan ....................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4
A. Pengertian Difusi Inovasi ................................................................ 4
B. Elemen-elemen Difusi Inovasi ........................................................ 7
C. Contoh Difusi Inovasi ...................................................................... 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 19
A. Kesimpulan
...................................................................................... 19
B. Saran.................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pernyataan
Machiavelli dalam The Prince yang dikutip oleh Rogers yaitu “tiada pekerjaan
yang lebih susah merencanakannya, lebih meragukan akan keberhasilannya, lebih
berbahaya dalam mengelolanya, daripada menciptakan suatu pembaharuan … Apabila
lawan telah merencanakan untuk menyerang innovator dengan mengerahkan kemarahan
pasukannya sedangkan yang lain hanya bertahan dengan kemalasan, maka innovator
beserta kelompoknya seperti dalam keadaan terancam.” Menunjukkan betapa berat
tugas inovator dan betapa sukarnya menyebarkan inovasi. Banyak orang mengetahui
dan memahami sesuatu yang baru tetapi belum mau menerima apalagi
melaksanakannya. Bahkan banyak pula yang menyadari bahwa sesuatu yang baru itu
bermanfaat baginya, tetapi belum juga mau menerima dan mau menerapkannya.
Terlihat
jelas ada jarak antara mengetahui dan mau menerapkannya serta menggunakan atau
menerapkan ide yang baru tersebut. Maka, dalam proses penyebaran inovasi
dibutuhkan jembatan atau penghubung agar inovasi dapat dengan cepat diterima
dan dilakukan oleh masyarakat. Untuk memecahkan masalah tersebut difusi inovasi
menarik perhatian para ahli pengembangan ahli masyarakat untuk mempelajari
secara mendalam.
Oleh karena
itu, penulis akan mencoba memaparkan mengenai bahasan difusi inovasi,
elemen-elemennya, berikut contoh konkretnya yang merupakan suatu difusi
inovasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian difusi inovasi?
2.
Apa saja elemen difusi inovasi?
3.
Bagaimana contoh suatu difusi inovasi?
C. Tujuan
Penulisan
Pada dasarnya tujuan
penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Inovasi
Pendidikan.
Adapun tujuan khusus
dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami:
1.
Pengertian difusi inovasi;
2.
Elemen difusi inovasi; dan
3.
Contoh bentuk suatu difusi inovasi
D.
Prosedur Makalah
Makalah ini disusun
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang
dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini
dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil
data melalui kegiatan membaca berbagai literature yang relevan dengan tema
makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan
mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema
makalah.
C.
Sistematika Penulisan Makalah
Sistematika penulisan
makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan
sebagai berikut:
Bagian kesatu adalah
pendahuluan. Dalam bagian ini penulis memaparkan beberapa pokok permasalahan
awal yang berhubungan erat dengan masalah utama. Pada bagian pendahuluan ini
dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah,
prosedur penulisan dan sistematika penulisan.
Bagian kedua yaitu
pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagian utama yang hendak dikaji dalam
proses penulisan makalah. Penulis berusaha mendeskripsikan berbagai temuan yang
berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber dan bahan.
Bagian ketiga yaitu
kesimpulan. Pada kesempatan ini penulis berusaha menyimpulkan dan menjawab
pertanyaan pada rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perngertian
Difusi Inovasi
Difusi adalah proses pengkomunikasian inovasi melalui
saluran-saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di kalangan anggota suatu
sistem sosial. Difusi merupakan suatu corak khusus komunikasi, yang pesannya
mengenai ide-ide baru. Komunikasi adalah proses yang para pesertanya
bersicipta dan bersitukar informasi untuk mencapai kesepakatan bersama.
Batasan ini berarti bahwa komunikasi adalah proses memadu (atau memisah) karena
dua orang atau lebih bertukar informasi itu saling-mendekat (atau saling
menjauh) dalam memaknai peristiwa-peristiwa tertentu.
Kami memandang komunikasi sebagai suatu proses
pemaduan tindakan dua arah, bukannya sebagai tindakan searah atau lurus di
mana seseorang memindahkan suatu pesan kepada yang lain (Rogers dan
Kincaid 1981). Anggapan sederhana mengenai komunikasi insani seperti ini
dapat dengan tepat memberikan tindakan atau peristiwa komunikasi tertentu
dalam difusi, misalnya ketika seorang agen pembaharu berusaha mempengaruhi
klien agar menggunakan suatu inovasi. Namun apabila kita melihat apa yang
terjadi sebelum peristiwa semacam itu, dan apa yang terjadi selanjutnya. Kita
menyadari bahwa peristiwa itu hanyalah sebagian dari keseluruhan proses yang di
dalamnya dipertukarkan informasi antara dua orang itu. Misalnya, klien datang
kepada agen pembaharu mengemukakan masalah dan kebutuhannya, dan oleh agen
pembaharu disarankan inovasi itu sebagai pemecahan yang bisa ditempuh. Dan bila
kita melihat interaksi agen pembaru ”klien dalam tautan lebih luas, kita bisa
melihat bahwa interaksi mereka berlangsung beberapa putaran, dan betul-betul
merupakan proses pertukaran informasi.
Dengan demikian difusi adalah suatu corak khas
komunikasi, yang pesan-pesannya mengenai ide baru. Kebaruan ide dalam isi pesan
komunikasi itulah yang menjadikan difusi besifat khas. Kebaruan berarti di dalamnya
terkandung derajat ketidakpastian. Ketidakpastian
adalah seberapa jauh sejumlah alternatif dianggap berkaitan dengan
terjadinya sesuatu peristiwa dan seberapa peluang relatif pilihan-pilihan berkenaan
dengan peristiwa tersebut. Ketidakpastian berarti kekurangan informasi, karena
informasi merupakan satu alat pengurang ketidakpastian. Informasi adalah jarak
antara materi dan energi yang mempengaruhi ketidakpastian suatu situasi, di
dalamnya terdapat satu pilihan di antara banyak kemungkinan (Rogers dan
Kincaid, 1981:64).
Difusi adalah proses komunikasi inovasi antara
warga masyarakat (anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi disini diartikan
dalam arti terjadinya saling tukar menukar informasi (hubungan timbal balik),
antar beberapa individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar
(divergen) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan
terjasi kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi.
Jadi difusi dapat merupakan salah satu tipe
komunikasi yakni komunikasi yang mempunyai ciri pokok, pesan yang
dikomunikasikan adalah suatu hal yang baru, yang disebut dengan inovasi.
Rogers menyatakan bahwa inovasi
adalah “an idea, practice, or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda
yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceived
menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda
akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya
tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau
benda tersebut.
Secara umum, inovasi didefinisikan
sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru
oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967)
mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan
untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu
hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat
dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
Rogers membedakan antara sistem difusi
sentralisasi dan sistem difusi desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi,
penentuan tentang berbagai hal seperti: kapan dimulainya difusi inovasi, dengan
saluran apa, siapa yang menilai hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh
sekelompok kecil orang tertentu atau pemimpin agen pembaharu. Sedangkan dalam
sistem difusi desentralisasi, penentuan itu dilakukan oleh klien (warga
masyarakat) yang bekerja sama dengan beberapa orang yang telah menerima
inovasi. Dalam pelaksanaan sistem difusi desentralisasi yang secara ekstrim
tidak perlu ada agen pembaharu. Warga masyrakat itu sendiri yang bertanggung
jawab terjadinya difusi inovasi.
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan dan dikelola. Jadi apabila suatu difusi inovasi terjadi
secara spontan, maka diseminasi dilakukan dengan suatu perencanaan. Dalam
pengertian ini dapat juga direncanakan terjadinya difusi. Misalnya, dalam
penyebaran inovasi penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam proses
belajar mengajar. Setelah diadakan percobaan ternyata dengan pendekatan
keterampilan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa
pun dapat belajar aktif. Dengan demikian untuk menyebarluaskan hasil percobaan
itu perlu didesiminasikan, dengan cara menatar beberapa guru dengan harapan
akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masing-masing dan akan
terjadi saling tukar menukar informasi dan akhirnya terjadi kesamaan pendapat
antar guru tentang inovasi tersebut.
B.
Elemen Difusi Inovasi
Rogers mengemukakan ada empat elemen pokok difusi
inovasi, yaitu : (1) inovasi, (2) komunikasi dengan saluran tertentu, (3)
waktu, dan (4) warga masyrakat (anggota sistem sosial). Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan sebagai berikut:
1.
Inovasi
Inovasi adalah suatu ide,
barang, kejadian, metode yang diamati sebagai salah satu yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang, baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang
diadakan untuk mencapai tujuan tertentu. Inovasi disini diartikan mengandung
ketidaktentuan (uncertainty), artinya sesuatu yang mengandung berbagai
alternatif. Sesuatu yang tidak tentu masih terbuka berbagai kemungkinan bagi
orang yang mengamati, baik mengenai arti, bentuk, manfaat dan sebagainya.
Dengan adanya informasi berarti mengurangi ketidaktentuan tersebut, karena
dengan informasi itu berarti akan lebih memperjelas arah pada satu alternatif
tertentu.
Rogers membedakan dua macam
informasi, pertama informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, “Apa inovasi
(hal yang baru) itu?”, “Bagaimana menggunakannya?”, “Mengapa perlu itu?”. Informasi yang kedua berkaitan dengan penilaian inovasi atau berkaitan
dengan pertanyaan “Apa manfaat menerapkan inovasi?”, “Apa konsekuensinya
menggunakan suatu inovasi?”. Jika
anggota sistem sosial (warga masyarakat) yang menjadi sasaran inovasi dapat
memperoleh informasi yang dapat menjawab petanyaan tersebut dengan jelas, maka akan hilanglah ketidaktentuan terhadap inovasi.
2.
Komunikasi dengan Saluran Tertentu
Komunikasi adalah proses dimana
partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai
suatu pemahaman bersama. Seperti telah diunkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat
dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang
dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses
difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan
suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain.
Difusi adalah salah satu tipe
komunikasi yang menggunakan hal yang baru sebagai bahan informasi. Inti dari
pengertian difusi ialah terjadinya suatu komunikasi (pertukaran informasi)
tentang sesuatu yang baru (inovasi). Kegiatan komunikasi dalam proses difusi
mencakup hal-hal sebagai berikut, yakni suatu inovasi, individu atau kelompok
yang sudah mengetahui dan berpengalaman dengan inovasi, individu atau kelompok
yang belum mengetahui inovasi, dan saluran komunikasi yang menggabungkan antara
kedua pihak tersebut.
Saluran komunikasi merupakan
alat untuk menyampaikan informasi dari seseorang ke orang lain. Kondisi ke dua
pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran
yang tepat untuk mengefektifkan proses komunikasi.
Misalnya saluran media massa
seperti radio, televisi, surat kabar, dan sebagainya telah digunakan untuk
menyampaikan informasi dari seseorang atau kelompok kepada orang banyak.
Biasanya media massa digunakan untuk menyampaikan informasi kepada audien
dengan maksud agar audien (hubungansecara langsung antar individu), lebih
efektif untuk mempengaruhi atau membujuk seseorang agar mau menerima inovasi.
Rogers
menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi: 1) inovasi
itu sendiri; 2) seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai
pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi; 3) orang lain atau unit
adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan
inovasi; dan 4) saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi)
oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau
unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu
(potential adopter) melalui saluran komunikasi tertentu.
Sementara itu, saluran komunikasi
tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) saluran media massa (mass
media channel); dan 2) saluran antarpribadi (interpersonal channel). Media
massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media
massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu
sumber. Sedangkan saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi
tatap muka antara dua atau lebih individu.
3.
Waktu
Waktu merupakan salah satu unsur
penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh
dalam hal: 1) proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang
menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi; 2)
keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe
adopter (adopter awal atau akhir); dan 3) rata-rata adopsi dalam suatu sistem,
yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi
dalam periode waktu tertentu.
Peranan dimensi waktu dalam
proses difusi terdapat pada empat hal sebagai berikut:
a.
Proses keputusan inovasi, adalah proses sejak seseorang mengetahui
inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi.
Ada lima langkah (tahap) dalam proses keputusan inovasi yakni pengetahuan
tentang inovasi, bujukan atau imbauan, penetapan atau keputusan, penerapan
(implementasi), dan konfirmasi.
b.
Kepekaan seseorang terhadap inovasi. Tidak semua orang dalam suatu sistem
sosial dapat menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka menerima inovasi
dari urutan waktu artinya ada yang dahulu secara relatif lebih peka terhadap
inovasi adapula yang menerima inovasi lebih akhir. Jadi kepekaan inovasi
ditandai dengan lebih dahulunya seseorang
menerima inovasi yang lain dalam suatu sistem sosial (masyarakat). Berdasarkan
kepekaan terhadap inovasi dapat dikategorikan menjadi lima kategori penerima
inovasi, yakni inovator, pemula, meyoritas awal, mayoritas dan tertinggal.
c.
Kecepatan penerimaaan inovasi adalah kecepatan relatif diterimanya
inovasi oleh warga masyrakat. Kecepatan inovasi biasanya diukur berdasarkan
lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai presentase tertentu dari jumlah
waktu masyarakat yang telah menerima inovasi. Oleh karena itu, pengukuran
kecepatan inovasi cenderung diukur berdasarkan tinjauan penerimaaan inovasi
oleh keseluruhan warga masyarakat bukan penerimaan inovasi secara individual.
4.
Warga masyarakat (anggota sistem sosial)
Warga masyarakat adalah hubungan interaksi antar individu atau orang dengan bekerja sama
untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Sangat penting untuk diingat bahwa
proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set
unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah
bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat
berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
Proses difusi dalam kaitannya dengan
sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran
pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi. Anggota sistem sosial dapat
individu, kelompok, informal, organisasi, atau lainya. Contohnya, petani di pedesaaan, dosen, dokter di rumah sakit dan sebagainya.
Semua anggota sistem sosial bekerja sama guna untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian maka sistem sosial merupakan ikatan bagi anggotanya dalam
melakukan kegiatan artinya anggota saling pengertian dan hubungan timbal
balik. Jadi sistem sosial akan
mempengaruhi proses difusi inovasi
karena difusi inovasi terjadi dalam sistem sosial. Proses difusi melibatkan hubungan antar
individu dalam sistem sosial, maka jelaslah bahwa individu akan terpengaruh
oleh sistem sosial dalam menghadapi suatu inovasi.
C.
Contoh Difusi Inovasi
·
Penyebaran
Jagung Hibrida di Iowa
Inovasi jagung hibrida merupakan
salah satu teknologi baru pertanian yang paling penting ketika diperkenalkan
kepada masyarakat Iowa pada tahun 1928, dan ia mengantarkan keseluruhan
perangkat inovasi pertanian di tahun 1930-1950an yang merupakan “revolusi pertanian
dalam produktifitas ladang”. Bibit hibrida dikembangkan oleh para ilmuwan
pertanian di Iowa State University dan beberapa universitas lainnya. Penyebaran
bibit hibrida terutama dipromosikan oleh lembaga penyuluhan pertanian dan oleh
pedagang bahan-bahan pertanian. Panen jagung hibrida lebih banyak 20% per-area
dari pada jenis jagung biasa, lebih tahan hidup di musim kering serta lebih
cocok dipanen dengan alat pemetik mekanik. Tetapi bibit itu akan hilang
keunggulannya setelah generasi pertama, sehingga petani harus selalu membeli
bibit setiap tahun. Semula mereka telah menyimpan bibit yang mereka pilih dari
jagung tanaman mereka. sendiri yang tampaknya bagus. Dengan demikian
pengadopsian jagung hibrida. mengharuskan para petani mengadakan perubahan
penting dalam tatacara bertani mereka (dari membuat sendiri bibit menjadi
membeli bibit).
Pada tahun 1921, Brice Ryan dan Neal
Gross (1943), dua pakar sosiologi pedesaan pada State University mengadakan wawancara
pribadi dengan 259 petani yang tinggal di dua komunitas kecil. Masing-masing
responden diminta mengingat kapan dan bagaimana mereka mengadopsi jagung
hibrida, dan diminta memberi informasi mengenai (karakteristik) diri mereka
sendiri dan tata cara bertani mereka.
Hanya 2 dari 259 petani yang belum
mengadopsi jagung hibrida antara tahun 1928-1941; satu tingkat pengadopsian
yang cukup pesat. Ketika diplot secara kumulatif dari tahun ke tahun, kecepatan
adopsi itu berbentuk kurva-S. Pada lima tahun pertama, sampai tahun 1933, hanya
10% petani yang mengadopsi. Kemudian kurva adopsi mulai mengalami kenaikkan
sampai mencapai 40% adopsi pada tahun berikutnya (1936). Akhirnya kecepatan
adopsi itu mulai menurun dengan sedikitnya petani yang mengadopsi jagung baru
itu. Keseluruhan bentuk kurva kecepatan adopsi itu tampak seperti huruf S.
Para petani dibagi menjadi kelompok-kelompok
pengguna berdasarkan saat mereka mengadopsi bibit baru itu (Gross 1942).
Dibanding dengan petani yang mengadopsi belakangan, para inovator memiliki
ladang lebih luas, penghasilan lebih tinggi, dan lebih lama memperoleh pendidikan.
Mereka juga lebih kosmopolitan, jika diukur dengan jumlah perjalanan yang
telah mereka lakukan ke Des Moines (kota besar, kira-kira 75 mil dari desa
penelitian).
Walaupun jagung hibrida merupakan
inovasi yang tingkat keuntungan relatif lebih besar daripada jagung biasa,
petani khas daerah itu tidak begitu cepat berubah dari pengetahuan tentang
inovasi ke arah pengadopsiannya. Masa pengambilan keputusan inovasi mulai dari
pertama kali mengetahui sampai memutuskan untuk mengadopsi rata-rata 9 tahun
pada semua responden. Suatu penemuan yang memperjelas bahwa proses keputusan
inovasi itu bagi kebanyakan pengguna memerlukan pertimbangan yang cukup
panjang, walaupun mengenai inovasi yang hasilnya luar biasa. Rata-rata
responden memerlukan waktu 3 atau 4 tahun untuk melakukan percobaan dengan
menanam sebagian kecil ladangnya, sebelum memakai bibit baru itu untuk seluruh
areal ladangnya.
Saluran komunikasi memainkan peran
berbeda pada masing-masing tahap proses keputusan inovasi. Para petani setempat
pertama kali mendengar bibit unggul dari seorang pedagang, tetapi para
tetangga merupakan saluran yang sering mengantarkan orang sampai ke tahap
persuasi. Pedagang merupakan saluran yang penting pada orang-orang yang
mengadopsi lebih awal, sedang tetangga mierupakan saluran yang lebih berperan
bagi pengguna lambat.
Penemuan Ryan dan Gross (1943) menyarankan
pentingnya peran jaringan komunikasi antar pribadi dalam proses difusi suatu
inovasi dalam suatu sistem sosial. Pertukaran pengalaman pribadi antar petani
mengenai penggunaan jagung hibrida agaknya merupakan inti difusi. Bila
pengalaman positif seperti itu teraku mulasi pada para petani (terutama
inovator dan pemuka) dan pengalaman itu dipertukarkan di masyarakat, kecepatan
adopsi akan tinggal landas. Ambang batas ini pada kasus Iowa terjadi pada
tahun 1935. Setelah titik itu terlampaui, agaknya mustahil menyetop penyebaran
lebih lanjut jagung baru itu. Masyarakat petani sebagai sistem sosial, termasuk
jejaring komunikasi yang menghubungkan petani satu dengan lainnya yang ada disitu
merupakan unsur penting dalam proses difusi.
Dalam rangka memahami peran jejaringan
difusi dan kepemimpinan pendapat, Ryan dan Gross (1943) mestinya mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sosiometrik kepada respondennya, misaInya “dari teman
petani siapa anda memperoleh informasi mengenai jagung hibrida?”. Rancangan
sampel yang terdiri dari keseluruhan warga desa hdrus digunakan agar pertanyaan
sosiometrik itu berguna. Tetapi kenyataannya “informasi cukup dikumpulkan dari semua
anggota masyarakat seakan-akan mereka responden tak berhubungan dalam suatu
sampel acak” (Katz et al, 1963).
Walaupun tanpa data sosiometrik
mengenai jaringan difusi, Ryan dan Gross beranggapan bahwa bibit hibrida tersebar
dalam dua masyarakat seperti bola salju. Mereka menulis: “Tidak diragukan lagi,
bahwa seseorang dalam suatu kedudukan yang saling berhubungan mempengaruhi
perilaku teman-temannya. Jadi, keberhasilan bibit hibrida yang tampak pada
beberapa ladang menunjukkan suatu perubahan situasi bagi orang tidak melakukan
percobaan. Adalah suatu kenyataan bahwa penerimaan bibit baru oleh beberapa stimulus
baru bagi anggota masyarakat lainnya”. Jadi, kedua pakar sosiologi pedesaan itu
secara intuitif merasa bahwa apa yang dicari oleh para pengkaji difusi berikutnya
secara lebih rinci adalah untuk membuktikan bahwa inti proses difusi adalah
jaringan antar pribadi antara orang yang telah mengadopsi dengan mereka yang
nantinya terpengaruh untuk mengadopsi pula.
Dalam kajiannya tentang ahli
sosiologi pedesaan yang meneliti difusi sampai pertengahan tahun 1960an, Crane
(1972:74) mengidentifikasi para peneliti yang pertamakali menggunakan konsep
dan atau alat metodologi baru dalam pengkajian difusi. Menurut analisisnya,
Ryan dan Gross meyumbang 15 dari 18 inovasi intelektual yang digunakan secara
luas dalam tradisi penelitian sosiologi pedesaan. Dengan kata lain Ryan dan
Gross betul-betul membentuk paradigma difusi klasik.
·
Masak Air Minum di Pedesaan Nelida,
Peru
Lembaga Kesehatan Masyarakat di Peru berusaha
memperkenalkan beberapa inovasi kepada penduduk desa untuk meningkatkan
kesehatan dan harapan hidup mereka. Lembaga pembaruan itu terkenal di seluruh
Amerika Latin karena keberhasilannya; mereka berhasil mendorong penduduk
membuat jamban, membakar sampah, mengusir lalat, dan melaporkan adanya kasus-kasus
penyakit menular, dan memasak air minum. Pembaruan ini berhasil mengubah pikiran
dan perilaku penduduk pedesaan Peru yang tidak mengerti apa hubungan sanitasi
dengan sakit. Memasak air minum merupakan tindak kesehatan yang penting bagi
penduduk desa dan penduduk miskin perkotaan Peru. Bila mereka tidak memasak air
minumnya, para pasien yang menderita penyakit menular di Puskesmas sering
berobat ulang dalam jangka waktu sebulan karena penyakit yang sama.
Kampanye masak air minum dilancarkan selama dua tahun
di Los Molinos, sebuah desa berpenduduk 200 keluarga di perpantaian Peru, hanya
mempengaruhi sebelas ibu rungga. Menurut lembaga kesehatan masyarakat itu,
Nelida, si petugas kesehatan di desa itu punya tugas sederhana yaitu mengajak
para ibu rumah tangga agar terbiasa memasak air minum. Walaupun dibantu seorang
dokter yang berceramah umum tentang memasak air
minum, dan sebelum kampanye telah ada lima belas ibu rumah tangga yang telah
biasa masak air minum.
·
Keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan program
Keluarga Berencana (KB).
Dalam
program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana,
dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal
maupun saluran komunikasi yang berupa media massa, kepada suatu sistem sosial
yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu tertentu
agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti,
dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia.
Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip
difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah
suatu ide atau program kegiatan, bukan produk.
·
Proses Difusi Inovasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) sangat cepat. Perubahan social pun juga cepat sekali terjadi
dan jarang sekali dapat dicegah. Itu semua disebabkan oleh inovasi, diskoveri,
ataupun invensi yang saat ini cepat tumbuh, bermacam-macam dan cepat menyebar
karena adanya difusi inovasi.
Pengertian dari difusi inovasi adalah
proses komunikasi antar warga masyarakat (anggota sistem sosial) mengenai ide,
barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang
atau sekelompok orang baik itu berupa hasil invensi atau diskoveri yang
diadakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan saluran dan dalam waktu
tertentu. Dalam difusi inovasi, ada empat macam strategi yang digunakan yaitu
fasilitatif, paksaan, bujukan dan strategi pendidikan. Dalam difusi inovasi
KTSP, strategi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Strategi
Fasilitatif
Stategi
ini dapat dilakukan dengan cara memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang
dapat memudahkan prosess pembelajaran. Fasilitas pendidikan tersebut dapat
berupa pengadaan buku paket online. Siswa maupun guru dapat langsung
mendownload buku pelajaran melalui internet secara gratis. Fasilitas lain dapat
berupa pemberian OHP dan LCD kepada masing-masing sekolah.
2) Strategi
Pendidikan
Penggunaan
strategi pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan terporgram
secara sistematis dan mendasar kepada pendidik. Materi pelatihan yang diberikan
dapat berupa proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran
dengan melakukan seminar dan pengenalan dan pelatihan penggunaan KTSP kepada
pelaksanaan pendidikan seperti guru, kepala sekolah, kegiatan pelatihan ini
meliputi:
1) Manajemen
berbasis sekolah
2) Sosialiasasi
KTSP
3) Pengembangan
kurikulum
4) Penyusunan
draf secara mandiri yang dibimbing oleh pengembang kurikulum daerah.
·
Tugas Agen Pembaharu
Agen pembaharu ini dilakukan oleh
perwakilan dari Depdiknas (dewan pendidikan).
Secara umum, tugas agen pembaharu adalah sebagai
berikut:
1) Mensosialisasikan tentang KTSP
kepada kepala sekolah di seluruh daerah masing-masing dan cara implementasinya
pada proses pembelajaran.
2) Mendiagnosa masalah yang
dihadapi klien/ sasaran sehingga mengapa alternatif yang digunakan itu tidak
sesuai dengan kebutuhan sasaran.
3) Membangkitkan kebutuhan untuk
berubah, agen pembaharu harus membantu sasaran atau klien, agar mereka sadar
akan perlunya inovasi pendidikan.
Secara khusus, tugas agen pembaharu
meliputi:
1) Perencanaan
Sebelum
melakukan tindakan, maka agen pembaharu harus membuat rancangan kegiatan yang
akan dilakukan.yaitu:
·
Menetapkan kriteria sekolah
di daerah yang akan dijadikan model pengembangan KTSP, yang memenuhi syarat
baik dari sarana prasarana, SDM atau kesiapan guru dan siswa dalam melaksanakan
kurikulum KTSP.
·
Menetapkan sekolah yang
ada didaerah untuk dijadikan sebagai klien atau sasaran agen pembaharu dalam
difusi inovasi KTSP.
·
Menyusun tim pelaksana
yang disebut Tim Pengembang KTSP. Tim ini melibatkan guru sekolah yang
bersangkutan dan terdapat pengurus di dalamnya serta menetapkan tugas -
tugasnya.
·
Merancang program
kegiatan pelatihan proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang
pembelajaran yang disesuaikan dengan SDM guru yang bersangkutan. Meliputi
waktu, tempat , jumlah peserta didik dan rangakaian acara yang akan dijalani.
3) Pelaksanaan
·
Membentuk Tim
Pengembang KTSP yang terdiri dari dewan pendidikan dan komite sekolah yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan, pengurus dari agen pembaharu sebagai
pelaksana dan fasilitator. Serta dari berbagai pihak yang terlibat dalam
pendidikan.
·
Mengadakan acara
seminar atau penyuluhan kepada sekolah-sekolah tentang kurikulum KTSP.
·
Menyediakan dan
menyiapkan tenaga, alat – alat, dan tempat yang digunakan untuk acara
pengenalan kurikulum KTSP, Agen pemabaharu harus menyiapkan pelatihan-pelatihan
untuk tenaga pendidik.
·
Melaksanakan acara pengenalan
KTSP sesuai dengan waktu, tempat, dan rangkaian acara yang telah ditetapakan.
Agen pembaharu menerangkan pelatihan-pelatihan tentang KTSP yang kemudian untuk
dipraktekkan oleh tenaga pendidk dalam pembuatan kurikulum di sekolah.
·
Agen pemabaharu menyediakan
atau memberikan tunjangan kepada sekolah untuk memenuhi sarana dan prasarana
yang di butuhkan dalam proses belajar dan pembelajaran melanjutkan usaha
perubahan sosial.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Difusi
inovasi merupakan suatu proses penyampaian inovasi kepada masyarakat luas
dengan atau tanpa melalui perantara. Dengan adanya proses difusi inovasi maka
informasi-informasi penting, terbaru, dan sebagainya yang seharusnya diterima
oleh masyarakat dapat diterima dengan cepat dan mudah. Namun, semua itu tetap
tidak terlepas dari peran seorang agen pembaharu yang senantiasa membantu
mengoptimalkan proses difusi inovasi di masyarakat.
B.
Saran
Calon
guru SD seyogyanya mempunyai pengetahuan yang luas dan senantiasa mengikuti
perkembangan zaman. Apabila ada suatu inovasi atau hal-hal baru yang relevan
dan bermanfaat bagi penunjang dan pendukung proses pembelajaran maka calon guru
harus dapat dan cepat menyesuaikan diri dengan inovasi tersebut. Lalu cara
menyampaikan kepada orang lain baik itu siswa, masyarakat dan lain-lain itu
harus menggunakan ilmunya.
Melalui
makalah yang kami susun ini, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
umumnya bagi semua yang membaca dan khususnya bagi kami yang telah menyusun
makalah ini terutama bagi penyampaian proses difusi inovasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Sa’ud,
Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
__________________. 2012.Contoh Inovasi dan Difusi Pendidikan. [Online] Tersedia: http://iyasphunkalfreth.blogspot.com/2012/02/contoh-inovasi-dan-difusi-pendidikan.html.
(26 September 2012).
_________________. 2012. Materi Perkuliahan Difusi Inovasi Unsur-Unsur Difusi. [Online]
Tersedia:http://www.imadiklus.com/2012/04/materi-perkuliahan-difusi-inovasi-unsur-unsur-difusi.html.
(26
September 2012).
_________________. 2012. Kasus Keberhasilan Kegagalan Difusi. [Online]
Tersedia: http://1ptk.blogspot.com/2012/06/kasus-keberhasilan-kegagalan-difusi.html.
(26
September 2012).