Cerpen ini menjadi pemenang Cerpen Terfavorit di LOMBA LBM Menulis yang diselenggarakan oleh BIDIKMISI UPI 2013 (:
Udara
dingin yang diiringi suara gemercik air hujan di sore ini tengah
menenggelamkanku.Aku menutup rapat pintu kamar kostanku. Aku merasa ini semua
akan berakhir. Ayahku, sosok pria yang sangat aku sayangi dan kuhormati
terbaring lemah tak sadarlan diri di sana, di tempat kelahiranku. Ini pertama
kalinya beliau jatuh sakit dibawa ke dokter dan beliau dikatakan seperti orang
amnesia yang tak dasar apapun.Dadaku terasa sesak, berat dan sakit sekali
mendengar berita itu yang disampaikan adikku lewat pesan singkat.Aku mencoba
menenangkan diri dan beristigfar beberapa kali.Namun air mataku terus berlinang
membasahi pipiku dan membuat mataku sembap.Aku bertanya pada hatiku, “Kenapa ibuku tidak memberitahukan ini
padaku? Kenapa?”.
Aku
melirik barisan tentara buku di pojok kamarku.Ingin rasanya aku membuang itu
semua dan membakarnya.Aku merasa lelah dengan semua ini.Perjuangan dan
pengorbananku rasanya tidak ada artinya selama ini. “Astagfirullohal’adzim..Aku tidak boleh kufur nikmat seperti
ini.Maafkan aku ya Alloh”.Aku beristigfar kembali.
Warna
biru itu menarik perhatianku untuk membuka isinya. Catatan sejarah hidupku di
sana. Sertifikat, ikazah, raport, piagam penghargaan, serta kertas-kertas lain
tentangku ternyata masih tersimpan baik di sana. Aku membuka lembaran sejarah
SMA di raportku. Ya..masa-masa yang
penuh sensasi dan kenangan bagiku. Ku
tersenyum melihat pas foto hitam putih yang terpampang polos di sampul raportku
itu.Teringat kembali ketika foto itu diambil.Dulu ketika aku telah memenangkan
Olympiade Matematika se- kabupaten tingkat SMP itu meskipun bukan juara
pertama, tapi aku merasa senang sekali.Satu juta rupiah bukanlah uang yang
sedikit untukku.Terlihat senyum bahagia di wajahnya ketika ku hadiahkan
rezekiku itu pada ibuku.
Kembali
ke catatan sejarahku di SMA. Pada saat itu, aku
telah menemui adik kelasku untuk memberikan arsip dokumen OSIS
angkatanku selaku mantan sekretaris OSIS padanya.Aku kembali menuju
kelas.Suasana pada saat itu sangat bising sekali.Aku melihat selembar kertas di
atas mejaku.Itu mengingatkanku atas kejadian semalam.Aku bersikeras meyakinkan
orang tuaku bahwa aku ingin melanjutkan kuliah. Di sana aku bertengkar dengan
mereka. Omelan dan ceramahan panjang yang hanya kudapat bukan motivasi atau
kata-kata penyemangat.“Tahu diri dong!
Untuk kebutuhan sehari-hari saja pas-pasan! Lihat keluargamu! Lihat adik-adikmu! Mereka juga perlu biaya,
jangan egois! Blaaa………blaaaaa..blaaaaaaaaa”. CUKUP !aku tidak mau mengingat
pertengkaran itu. “Ini? Kertas Formulir
Pendaftaran Masuk Universitas ? Harus aku apakan sekarang?!”, sedikit kesal
ku memegang kertas itu.
Terkadang
aku merasa sedikit iri pada teman-temanku.Mereka terlihat mudah menjalani hidup
ini.Tak perlu memikirkan bagaimana mendapatkan uang sendiri, tak perlu
berkeringat dan tak perlu banyak bicara ketika mereka menginginkan sesuatu pada
keluarganya.Tak seperti aku.Untuk mendapatkan uang tambahan saja untuk
kebutuhan sekolah, aku harus berjualan makanan buatanku sendiri di kelas dan
memberikan les pada temanku yang membutuhkan bantuanku.Sejak SD sampai
sekarang, aku hanya mengandalkan beasiswa untuk bisa bersekolah.“Ya ampun ! Sadarlah! Aku adalah aku! Aku
bukan mereka ! Hidup itu sulit, butuh perjuangan! Aku harus banyak bersyukur!
Masih banyak di luar sana yang tidak seberuntung aku!”, hati kecilku terus
mengingatkanku.
Aku
tidak menyadari bahwa dari tadi namaku dipanggil wali kelas.Aku berdiri dan
melangkah menghampirinya.Terdengar suara anak pria yang menggelutuk, “Pantas saja dia gak dengar pak! Dia
keenakan denger lagu-lagu alay boyband korea sih! Lihat saja tuh!”.Sekelas
mentertawakanku.Aku baru sadar.Aku lupa melepas hedset dari telingaku.Padahal sebenarnya dari tadi aku telah mem-pause music player di hape bututku itu. Kulihat di depan sana
badan besar dengan kumis baplangnya yang menyeramkan. Aku menelan air liur di
mulutku dan berceloteh, “Gawat! Gawat!
Gawat! Guru ini akan memakanku hidup-hidup”. Suasana kelas menjadi hening,
menantikan kelanjutan dari kesalahanku.Aku telah berada di samping wali
kelasku.Menceramahiku sambil melototiku.Beliau menyuruhku mengumpulkan kertas
formulir itu.Aku tidak mau memberikannya.Ketika beliau hendak marah,
kupalingkan wajahku. Aku berlari meninggalkan kelas sambil menangis .Aku tidak
peduli dengan anggapan orang yang melihat kejadian itu.
“Bruuuggggg .. .. !!!”.
Aku menutup dan mengunci pintu kamar mandi. Di sana aku menangis ditemani suara
air yang mengalir dari kran yang aku hidupkan. Bayangan wajah orang tuaku,
adik-adikku, sahabat-sahabatku, guru-guruku dan wajah idolaku terlintas pada saat itu. “Aku ingin seperti mereka! Dihormati,
dihargai dan diagug-agungkan! Mereka yang punya status social tinggi dan dipuji
banyak orang!”, Berulang kali aku mengulang kata-kata itu.
Terdengar
suara ketukan pintu dari luar.Aku yang menjongkok di samping pintu kamar mandi
baru tersadar bahwasanya sejak tadi aku tertidur. Aku melihat jam di tanganku ,“Jam 10.45 ??? Apaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa???!!!!!
Aku kehilangan kelas matematikaku 15 menit!!”.Aku membuka pinru kamar mandi
itu dan pada saat itu, kurasakan hangatnya dekapan seorang sahabat yang
menenangkan hatiku.Ingin rasanya air mataku mentes kembali.“Lho ngapain setengah jam diem di WC? Pingsan? Sakit Perut? Bikin
menera buat ngalahin Eifell? Atau jangan-jangan bikin tarian aneh lagi? Gak
bau?”, sahabatku terus menanyakan pertanyaan tanpa ada jeda, koma, atau
pause-sekalipun. Aku hanya nyegir dan berkata, “Hehehehehe… anuuu..gue sakit perut. Tahu lah lho juga kalau perut gue
kambuh gimana efeknya”. Lagi-lagi sahabatku menceloteh kembali, “Beuuuhhh dasar.. Oh iya..tadi gue lihat
banyak mahasiswa berjaster ngenalin
universitasnya dan ngasih informasi lain juga. Gue juga denger tentang…tentaaaangg…
apaaa yaaaa.. Dikkk.. Bidikkk..ah entah lah apa itu! Gue lupa!”, berjuang
mengingat sambil menggaruk-garuk kepala. Dengan muka datar aku tak terlalu
meresponya. Wajah sahabatku terasa akan menanyakan beberapa runtutan pertanyaan
kembali, aku langsung menggenggam tangannya dan mengajaknya berlari menuju
kelas.
Esok
harinya ketika aku berjalan di koridor sekolah.Terdengar suatu kata aneh di
telingaku.BIDIKMISI.DIKTI.BEASISWA.Aku
sangat tidak memperdulikan berita itu.Aku hanya berpikir bahwa beasiswa itu
hanya untuk siswa pintar yang masuk ranking umum.Andai aku bisa mengulang tiga
tahun yang lalu menjadi lulusan terbaik ke-4 di SMPku dan masuk rangking umum
di sekolah sekarang. Mungkin ada kesempatan aku akan menerima beasiswa itu.
Tapi sudahlah! Itu masa lalu!.
Kepalaku
tiba-tiba terasa sakit.Seolah ada sosok Naruto yang mengeluarkan jurus
rasengannya jatuh tepat di kepalaku.Aku menoleh ke belakang.Deretan gigi
tentara di wajah itu kembali menjahiliku.Ternyata orang itu menjitak kepalaku..“Gajah bengkak Gesyyyyyyy !!!!!!”,
sedikit kesal aku berteriak. “Habisnya
lho mah dipanggil gak nyaut terus sih. Ya udah, itu cara paling jitu!”,
nyengir tanpa dosa. Tidak mau kalah dengan omongan itu aku membalasnya, “Tapi gak gitu juga kali!Bisa-bisa lho malah
ngerusak sel-sel saraf yang ada di otak gue. Entar kalau gue mati gimana?!”.Gesy,
teman sebangkuku di SMA itu hanya nyengir menampilkan deretan gigi tentaranya, “Ya udah.Gue minta maaf. Lho dipanggil bu
Lilis tuh sekarang, Penguin Buntet!”.Aku merasa penasaran dengan pernyataan
sahabatku itu.Dia hnya memberikan ucapan selamat padaku.Aku merasa tambah
heran.
Dengan
wajah datar tak berekspresi, aku meninggalkan sahabatku itu dan bergegas menuju
ruang BK. Baru saja kulangkahkan kakiku, kini pundakku merasa sakit terkena
jurus rasengan naruto itu lagi.Terlihat di lantai sebuah penghapuspapan tulis
bergetak tidak berdosa dijadikan tumbal.Aku kembali menoleh ke belakang. Gajah
bengkak itu tertawa lepas dan menyemangatiku dengan mengepalkan kedua tangannya
dan berteriak, “Aza – aza FIGHTING!!”.
Tiba
di ruang BK. Sosok guru motivatorku tersenyum mempersilahkanku duduk di
dekatnya. Beliau bertanya seputar kehidupanku di rumah seperti apa. Beliau
sangat simpati padaku.Tanpa beban aku mencurahkan semuanya.Sekuat tenaga aku
menahan untuk tidak mengeluarkan air mata. Aku tidak mau terlihat lemah di mata
orang lain. Aku terkejut.Sangat terkejut. Beliau menunjukan surat edaran
pemberitahuan tentang BIDIKMISI yang
dikeluarkan oleh DIKTI. Aku merasa
heran. Pada saat itu, aku disuruh untuk melamar sebagai calon penerima beasiswa
itu dan mengisi formulirnya beserta formulir
SNMPTN Undangan. “Apa ini
benar?Apa ini bukan mimpi? Apakah aku akan mencapai impianku? Aku?Aku seorang
anak buruh?Seorang kakak beradik tiga?Aku yang berasal dari keluarga pas-pasan?
Akankah meraihnya?”, pertanyaanku sendiri
itu terus mendatangiku.
Dipersyaratan
SNMPTN Undangan dan Bidikmisi disebutkan bahwa salah satu syaratnya adalah
siswa yang mempunyai nilai raport diatas 8,5 dan harus mengalami kenaikan di
setiap semesternya berhak mencalonkan diri. Pada saat itu, aku hanya seorang
siswa yang mendapat ranking 16 di kelasnya, bukan siswa yang ranking 1 atau 2
yang dulu. Tapi, kata beliau aku memenuhi persyaratan tersebut meskipun pada semester
lima itu prestasiku menurun namun nilaiku sebenarnya mengalami kenaikan. Guru
motivatorku itu terus memberiku semangat dan membantuku selama proses
pendaftaran. “Terima kasih ya Alloh.Kau
masih memeberiku jalan sampai saat ini.Kau selalu menyayangiku”, tak
hentinya aku bersyukur.Shalat malam, shalat dhuha, shalat hajat, salawat
Nariyyah dan lantunan ayat suci Al-Qur’an senantias menjadi sahabat sejati
dalam hidupku.
19
Mei 2011.Ba’da Maghrib setelah aku bertadarus.Aku mendapat pesan singkat dari
teman-temanku di sekolah.Mereka memberitahuku bahwa pengumuman SNMPTN Undangan
telah keluar.Banyak diantara mereka yang tidak lolos, padahal mereka termasuk
juara umum di kelas. Aku merasa takut pada saat itu, “Akankah
aku lolos?? Mereka orang pintar saja belum beruntung.Apalagi aku?Ya Alloh”.
Daggggg…Diiiigggggg…DDuuuuggggg…Daaaggg…Diiigggg…Duuggggg,
detak jantungku berdetak sangat kencang seolah tersengat listrik bertegangan
tinggi. Aku tidak memberitahukan keikutsertaanku dalam SNMPTN Undangan dan
BIDIKMISI itu pada orang tuaku.Aku tidak ingin selalu menyusahkan mereka terus.Ingin
rasanya aku melihat pengumuman online itu.Tapi aku tak bisa.Aku sedang
diamanahi menjaga adiku yang sakit di rumah.akhirnya aku hanya bisa berdoa
meminta yang terbaik pada saat itu.
Esok
harinya di lab.Computer sekolah.Aku sudah terjaga menanti halaman web yang
sedang loading.Aku memejamkan mataku
membayangkan orang-orang yang aku sayangi tersenyum mendengar berita baik
dariku.Keluargaku, sahabatku, guruku, Idolaku dan motivasiku 2PM, Rain, Super
Junior dan SNSD.Kubacakankalimat basmalah berulang-ulang. Dan akhirnya aku
membuka mataku,
“SELAMAT ANDA DITERIMA
DI JURUSAN PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN KAMPUS CIBIRU”
Aku
hanya melongo seperti orang bego.“PGSD?Kenapa
PGSD? Kenapa bukan Matematika? Teknik Sipil? Fisika atau Bahasa Jerman? Kenapa?”.Waktu
seakan ter-pause beberapa saat.Aku
baru sadar bahwa pada saat registrasi online dulu melakukan pengubahan jurusan
yang aku pilih beberapa kali.“Gak
apa-apalah! Yang penting aku kuliaaaaaaaaaaaahhhhh…10 Jeom Manjeome 10 Jeom !”,
sambil berdiri aku berceloteh sendiri dan memeragakan tarian 2PM itu. Konyolnya,
ternyata dari tadi semua penghuni lab komputer itu mentertawakan aksiku itu.Aku
duduk kembali di kursi yang bisa berputar-putar itu.Sebelum aku meng-close halaman web itu, terlihat deretan
angka yang membuatku terkejut.
Rp 10.
565.000,- !!!!
Deretan angka itu melototiku. Aku harus membayar uang itu
sebagai jaminan masuk.pengumuman online
itu hanya SNMPTN Undangan saja belum termasuk penerima beasiswa
BIDIKMISI-nya.pengumuman BM itu akan diumukan setelah keluarnya SNMPTN Tulis
yang disebabkan akan adanya tambahan penerima BM. Mesin di otakku bekerja. “Dari mana aku mendapatkan uang sebesar itu
dalam tiga hari?21 Mei adalah batas akhirpembayaran.Astagfirulloh”.
21 Mei 2011.Di perpustakaan sekolah.Aku meraba saku
seragamku.Hanya tinggal tiga lembar berwajah Pattimura tersenyum padaku.Aku
menatap wajah itu dan berkata, “Hai
Pattimura!Apa kabar? Kau keren sekali bisa menjadi pahlawan negeri ini.Aku ngin
sepertimu menjadi pahlawan untuk keluargaku. Apakah aku bisa, Pattimura?”.Lagi-lagi
aku bertindak konyol untuk menghibur diriku sendiri.
Di ruang BK. Aku kembali konsultasi.Terdengar berita menyejukan
hatiku bahwa calon penerima BM tidak usah membayar uang jaminan yang tertera di
pengumuman online itu yang membuatku
frustasi.Aku sangat bersyukur dan selalu berdoa agar Alloh senantiasa memberiku
jalan untuk mencapai impianku yaitu membahagiakan orangtuaku, pergi ke Korean
dan Jepang serta menjadi manusia yang berguna bagi siapapun. Amien..
Beberapa minggu kemudian, aku pergi ke calon kampusku
menghadiri acara penerimaan mahasiswa baru di Balai Pertemuan Umum UPI.Kami
sebagai calon mahasiswa itu dipertemukan. Aku mendapat teman baru dan
berkenalan di sana. Kami diberi paparan mengenai profil UPI, BIDIKMISI serta
diberikan motivasi untuk tetap bersemangat dalam mencari ilmu dan meraih
cita-cita.Aku menyemangati diriku sendiri, “Hidup
itu suli, butuh perjuangan!be independent woman ! be your self! Lihat Uzumaki
Naruto, anak tolol yang keren bersikeras mencapai impiannya menjadi hokage dan
bermanfaat bagi semua orang. I can do it !From Zero to Hero!”
Tiba di hari awal kebahagiaanku.Sore itu, 29 Juni 2011.Tanganku
gemetar mengetik namaku di kolom login
pengumuman BIDIKMISIonline.Waktu terasa berhenti.Suasana
seakan menjadi sepi.Tidak ada suarasama sekali. Dengan teliti, aku melihat satu
persatu daftar nama yang terpampang dimonitor itu satu per satu. Daaaannnnn….
Daaannnn….. mataku melotot…
NUNUNG
FITRIANI
|
SMA N 11 GARUT
|
PGSD UPI KAMPUS CIBIRU
|
“Yaa… benar..Itu
namaku.Aku lolos. Aku diterima… Aku bisakuliah.. Aku menjadi mahasiswa !!”. Aku
beranjak dari tempat dudukku, menutup halaman web itu dan bergegas langsung
meninggalkan warnet itu sambil menangis bahagia.Ku panjatkan puji syukur
kehadirat Illahi Robbi.Di belakangku terdengar suara anak kecil yang
memanggil-manggil namaku.Dia berlari mendekatiku, memeberitahukan bahwa aku
belu membayar uang jasa warnet itu.Meskipun aku merasa sedikit malu, namun
dunia sangat indah pada saat itu.
Tiba
di rumah, kupeluk dan kucium tangan kedua orang tuaku, kupeluk adik-adikku dan
kujelaskan semua apa yang sedang terjadi.
Mereka menerima keberhasilanku.Mereka terlihat bahagia dan memberikan
restunya mengizinkanku meneruskan pendidikan.Namun mereka sedikit khawatir
untuk biaya awal aku disana. Mereka belum mampu memberikan biaya awal untuk aku
bertahan hidup di sana, terlebih uang untuk membayar tempat tinggal di sana.
Orang
tuaku pergi ke sana- sini mengunjungi sanak saudaranya untuk meminta bantuan
memberi pinjaman uang untukku.Mereka tak kenal lelah dan senantiasa tabah
menerima setiap respon dari sanak saudaranya yang tidak begitu mempedulikan
kedatangannya untuk meminta bantuan.“Ya
Alloh.Maafkan hamba-Mu ini. Hamba selalu membuat repot orang tua hamba.Hamba
belum bisa membahagiakan dan membalas kebaikan serta kasih sayang mereka”.
Aku hanya yakin dibalik kemauan dan usaha yang keras serta doa yang dipanjatkan, Alloh akan senantiasa
bersama kita dan memeberikan jalan yang terbaik.
Suara
adzan maghrib sudah berkumandang. Aku membereskan kembali berkas-berkas dari
map biru itu. Besok pagi aku berencana pulang ke kampong halaman untuk
menjenguk ayahku yang sedang sakit. Dan uang yang baru aku kumpulkan Rp
400.0000,- untuk membeli laptop atau notbook itu, aku harus mengikhlaskannya
kembali untuk biaya ayahku nanti. Kesehatan ayahku lebih penting sekarang ini.
Aku
berdiri melihat tulisan-tulisan motivasi yang menempel di tembok
kamarku.Foto-foto sahabatku dan poster idolaku yang ikut menempel di tembok
juga, seakan memberikan energi positif
menyemangatiku kembali. Aku tersenyum. Kulangkahkan
kakiku mengambil air wudhu di kamar mandi dan ku gerakan tubuhku menjalani
panggilan-Nya untuk kembali dekat pada-Nya.
Terima
kasih BIDIKMISI.Kau adalah jurus rasengganku dalam menghapus pahitnya ekonomi
menyemai pendidikan, meskipun aku harus senantiasa berjuang sampai sekarang
mulai berjualan buku kuliah, makanan dan menawarkan jasaku membantu teman.
Meskipun aku harus membagi energi rasengganmu pada keluargaku (uang bulanan
BM), aku senantiasa bersyukur bisa membantu orang tuaku dan membantu biaya ketiga adikku yang sekolah dan meskipun
aku terkadang harus meminjam uang kesana-sini juga untuk beberapa saat namun
aku tetap bersyukur.
Berkatmu
BIDIKMISI, aku bisa seperti ini. Berkatmu harapan cerah keluargaku
muncul.Berkatmu aku bisa membuat orang tuaku tersenyum.Berkatmu aku bisa
menjadi orang yang senantiasa bersyukur.Dan berkatmu aku bisa mencari ilmu
sampai saat ini.Serta berkatmu, aku bisa menjadi Uzumaki Naruto Versiku.
-Ketika
menangis, ingatlah bahwa di depan sana kita akan tersenyum. Semua akan indah
pada waktunya. Hidup itu sulit, butuh perjuangan. Semangat! Aza-aza Fighting!-