Teori Belajar Pavlop




TEORI BEHAVIORISTIK
1. IVAN PAVLOP

A. Biografi

Ivan P Pavlov adalah seorang sarjana Rusia yang lahir di Ryazan,            14 September 1849 dan meninggal di Leningrad, 27 September 1936. Pavlov memiliki background pendidikan bukan seorang sarjana psikologi namun, ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Mula-mula ia belajar ilmu faal hewan dan melanjutkan ke ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg, dan tahun 1883 ia memperoleh gelar Ph.D dengan tesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung.
Beberapa tahun kemudian Pavlov belajar dan mengembangkan ilmunya di Leipzig dan Breslau. Tahun 1890, ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer St. Petersburg dan merangkap sebagai Direktur Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental Medicine di St. Petersburg. Tahun 1924-1936 ia menjadi Direktur Lembaga Ilmu Faal di Akademi Rusia di Leningrad. Sampai pada tahun 1904 ia berhasil meraih Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan.
Pavlov tidak mau disebut ahli psikologi, meskipun penemuan dan penyelidikannya tentang refleks berkondisi (condition reflex) merupakan dasar-dasar behaviorisme dan dasar-dasar penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya ilmu faal, ia juga berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi karena psikologi dianggap kurang ilmiah. Penemuan pavlov ini diakui oleh A.P.A sebagai penemuan yang besar pengaruhnya dalam psikologi modern di samping penemuan Freud, hal ini karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran  psikologi behaviorisme yang dikembangkan selanjutnya oleh J.B Watson di Amerika Serikat. Penemuannya ini menyatakan bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks-refleks belaka.
 
  B. Eksperimen Pavlop


Eksperimen yang dilakukan Pavlov ini dimaksudkan untuk mengetahui proses rangkaian refleks-refleks yang dihubungkan dengan rangsang-rangsang yang tak terkondisikan lama-kelamaan menjadi rangsang berkondisi (Classical Conditioning).
1.      Objek Eksperimen
Pavlov menjadikan anjing sebagai objek eksperimennya. Karena menurutnya anjing memiliki kesamaan refleks dengan manusia, walaupun secara hakiki manusia jauh lebih unggul dari binatang.
2.      Proses Eksperimen
Anjing ini diikat dan kemudian dibedah sedemikian rupa pada bagian rahangnya untuk melihat kelenjar air liurnya dari luar dan melihat tiap – tiap air liur yang keluar itu ditampung dan diukur jumlahnya.
 
Gambar Anjing Eksperimen Pavlov




 
Pavlov kemudian menekan sebuah tombol lalu keluarlah semangkuk makanan dihadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat dengan jelas pada alat pengukur. Makanan yang dikeluarkan adalah rangsang wajar yang disebut dengan rangsang tak berkondisi (unconditional stimulus/ US). Sedangkan air liur (saliva) yang keluar setelah anjing melihat makanan disebut refleks tak
berkondisi (unconditioned reflex/ UR), hal ini karena setiap anjing yang melihat makanan akan melakukan refleks yang sama yaitu mengeluarkan air liur.
Kemudian pada percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan sebuah bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makanan. Dengan demikian anjing akan mendengar bunyi bel terlebih dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di hadapannya. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang kali dan selama itu keluarnya air liur diamati terus. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak berkondisi), tetapi lama-kelamaan air liur sudah keluar pada waktu anjing baru mendengar bunyi bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai refleks berkondisi (conditioned refleks/ CR), karena refleks itu merupakan hasil latihan (belajar) yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Anjing ini telah dapat menghubungkan antara bunyi bel dengan datangnya makanan, proses ini disebut acquisition of the conditioned response. Bunyi bel jadinya adalah rangsang berkondisi (conditioned stimulus/ CS). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing mendengar bunyi bel itu.
 

Skema Proses Acquisition of The Conditioned Response

Pada dasarnya, anjing percobaan Pavlov yang sudah terkondisi pada bunyi bel akan memberikan reaksi serupa pada rangsang sejenis, misalnya bunyi bel dalam nada C akan memberikan respon yang sama pada nada G atau F, proses ini disebut generalisasi. Sedangkan ketika anjing dapat membedakan antara bunyi nada C dan G atau F yang berpengaruh pada banyaknya makanan maka proses ini disebut diskriminasi. Dalam eksperimen Pavlov juga mengatur dan memvariasi jarak antara CS dengan US, bila bel berbunyi terus menerus sampai makanan datang maka disebut delay conditioing, sedangkan bila bel berbunyi lalu mati baru beberapa saat muncul makanan ini disebut dengan trace conditioning. Dengan perkataan lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah 
keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya.
Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi diberikan. Tentu saja tidak adanya rangsang tak berkondisi hanya bisa dilakukan sampai pada taraf tertentu, karena kalau terlalu lama tidak ada rangsang tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan mendapat imbalan (reward) atas refleks yang sudah dilakukannya dan karena itu refleks itu makin lama akan makin menghilang dan terjadilah ekstinksi atau proses penghapusan refleks (extinction).
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
  1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
  2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
  3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
  4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Menilik psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan ekperimental, refleksiologis objektif pavlov tetap merupakan model yang luar biasa dan tidak tertandingi.
Oleh karena itu datangnya makanan merupakan penguatan atau reinforcement, sedangkan makanannya disebut reinforcer. Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang berkondisi.

C. Temuan Teori (Teori Belajar Pavlop)

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya .
Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan.
Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.
Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.

D. Aplikasi Teori Belajar
Teori Pavlov ini telah memberikan banyak petunjuk praktis untuk merancang proses belajar-mengajar di lembaga-lebaga pendidikan. Bagaimana menghindari timbulnya perasaan-perasaan negatif terhadap suatu pelajaran. Mengatasi rasa takut dan khawatir terhadap tugas-tugas di kelas dan lain-lain. Situasi seperti pada percobaan Pavlov bisa diterapkan pada manusia dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya suara penjual es krim “WALLS” yang berkeliling gang dan rumah-rumah. Awalnya tidak ada reaksi apa-apa ketika mendengar suara belnya, tetapi karena sering lewat maka nada lagu itu dapat menerbitkan air liur apalagi di siang hari yang panas. Bayangkan betapa lelahnya bila sang penjual harus berteriak-teriak untuk menjajakan dagangannya di tengah siang hari yang panas.
Contoh lainnya adalah bunyi bel di sekolah-sekolah yang menandakan dimulainya proses belajar-mengajar, bunyi mesin bor yang membuat semua orang akan menghindar ketika mendengarnya karena diasosiasikan dengan rasa takut. Atau contoh anak-anak yang mengasosiasikan dokter dengan suntikan yang menyakitkan dan menangis ketika berjalan memasuki ruang praktik. Dalam kasus ini suntikan merupakan US dan si dokter adalah CS. Sesuatu yang pada mulanya tidak membangkitkan respon “alamiah”, selanjutnya menimbulkan hal itu karena adanya pengasosiasian. Dalam dunia usaha biasanya  prinsip-prinsip belajar dalam teori ini dimanfaatkan yaitu adanya CS berupa pemberian hadiah, bonus, atau insentif sebagai reinforcement dan CR yang berupa loyalitas dan dedikasi pada perusahaan.
 



Orang yang Mendapatkan Bonus Karena Loyalitasnya 


Contoh lain yang diberikan Klein adalah sebagai berikut:
1.Juliet, seorang pengacara di sebuah Firma Hukum, mempunyai perilaku phobia terhadap (kegelapan) malam. Ia menyusun jadwalnya sedemikian rupa sehingga pada saat menjelang malam ia sudah berada di apartemennya. Ia juga selalu menolak di ajak keluar malam Penyebabnya, pada suatu malam, ketika sedang berjalan sendirian, ia pernah diserang seorang laki-laki yang tidak dikenal.

2.Orang takut naik pesawat terbang karena sebelumnya, ketika naik pesawat ia pernah mengalami gerakan memutar dan gerakan naik dan turun secara drastis yang menimbulkan rasa sakit.
3. Seseorang menjadi lapar ketika berada di dapur atau melihat kulkas.
4. Merasa muak kepada sejenis makanan yang pernah membuat kita sakit.
5. Menjadi haus dalam permainan bola karena kita pernah minum dalam latar setting yang sama.
6.Bangkitnya gairah seksual dikala makan malam di bawah remang cahaya lilin, karena dalam pengalaman sebelumnya kita pernah melakukan aktivitas seks sebelum makan dalam suasana yang sama.
7. Menundukkna kepala ketika melewati tangga menuju lantai dasar, karena kita pernah terbentur tangga itu.
Sebagian besar percobaan teori kondisioning klasik meneliti proses kondisioning dengan hanya satu CR. Padahal dalam banyak kasus, beberapa respon dapat terkondisikan selama berpasangnya CS dan UCS.

Sebagai misal, ketika ketika CS diujicobakan berkaitan dengan makanan, beberapa respon pencernaan yang berbeda terjadi, yaitu:
1.pengkondisian reflex bantuan air liur dalam menelan makanan
2.pengkondisian respon keluarnya getah perut yang memfasilitasi pencernaan
3.pengkondisian insulin yang memperkuat daya simpan makanan.



  E. Aplikaso Teori dalam Pembelajaran

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a.    Mementingkan pengaruh lingkungan
b.    Mementingkan bagian-bagian
c.    Mementingkan peranan reaksi
d.   Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui   prosedur stimulus respon
e.    Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.     Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.    Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
 

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

F. Kelebihan dan Kekurangan Teroti Pavlop 

Pada teori Pavlov, individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya, hal ini sangat membantu dan memudahkan pendidik dalam dunia pendidikan untuk melakukan pembelajaran terhadap siswa didiknya. Hal ini merupakan kelebihan dari teori Pavlov.
            Sedangkan kekurangannya, jika kondisi ini dilakukan secara terus-menerus maka ditakutkan murid akan memiliki rasa ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya siswa didik atau anak harus memiliki stimulus dari dalam dirinya sendiri (self motivation) dalam melakukan kegiatan belajar dan pemahaman yang telah diberikan pendidik.

G. Kesimpulan

Pavlov menjadikan anjing sebagai objeknya. Eksperimen yang dilakukan Pavlov dimaksudkan untuk mengetahui proses rangkaian refleks-refleks yang dihubungkan dengan rangsang-rangsang yang tak terkondisikan lama-kelamaan menjadi rangsang berkondisi (Classical Conditioning). Implementasi dalam belajar dan pembelajaran adalah dimana siswa diberi stimulus (seperti reward) sebelum dan setelah siswa tersebut terbiasa melakukan hal-hal yang diharapkan, dengan frekuensi yang tidak konstan karena adanya masa penurunan yang dilanjutkan dengan masa penguatan. Dalam teori belajar Pavlov (classical conditioning) disebutkan bahwa perubahan tingkah laku itu dapat dikendalikan dari luar diri seseorang dengan memberikan perangsang (stimulus). Perangsang asli dan netral itu dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Sehingga perubahan tingkah laku seseorang bisa diamati dan diramalkan dikarenakan adanya stimulus yang dapat mempengaruhi individu dan membawanya kearah perilaku (respon) yang diharapkan.