Landasan Filosofis sebagaimana
dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata
Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007,
Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
(1) Esensialisme
Esensialisme; adalah
aliran yang menggariskan bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan
ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan
keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah
kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme.
Proses belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan
penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada
guru jika dibandingkan dari siswa.
Sekolah yang
baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu
mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS
menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif
(pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa belajar IPS
akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan
materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
(2) Perenialsme
Perenialsme; adalah
aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah
kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang
abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran
Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan
pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga
Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh
Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer
of culture), seperti dalam Implementasinya pada kurikulum IPS yang
bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik
dalam rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal
menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
(3) Progresivisme
Progresivisme; adalah
aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang
praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang
disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan
berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran
Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh
latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai
warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS
dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran
IPS mampu membekali kepada siswa agar dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya,
misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja
atau narkoba dan lainnya.
(4) Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme; adalah
aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian
tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap
individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu
mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan
dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses
pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat
ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri),
penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia
lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas
siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajaran IPS
, misalnya siswa mempelajari fakta-fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta
tersebut siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan
terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan
adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat
aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai
penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas
jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau membuat definisi, tetapi
dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat fakta dan dapat
mendifinisikannya.